Artikel Sebelumnya,
Waaoow, Foto Syahrini Cium Mesra Pria Bukan Bubu, Beredar, Postingan saya ini Sebagian Hasil dari
COPAST, Tetapi saya tetap mentaati peraturan Cara Copas dari Hasil Artikel yang Sobat Buat Yaitu saya Masukan Link Sumbernya, Tetapi Terkadang saya ada Lupanya/ Lengah belom di kasih Link Sumbernya udh kepost Duluan, jadi saya Mintak Maaf yang sebesar besarnya Jika ada Artikel Sobat yang KU Copast tetapi belom ada Link Sumbernya,..
Jika berkenan kalau ada Artikel Sobat yang Ku Copast tetapi belom ada Link Sumbernya Mohon di Konfirmasi ya Sob..
Maraknya berbagai kasus amoral khususnya dalam hal
sex bebas yang terjadi di seputar
kota Yogyakarta beberapa saat terakhir ini merupakan suatu hal yang sudah tidak dapat di rasio lagi dengan akal sehat, di mana kawasan Yogyakarta yang selama ini terkenal dengan slogan “
Kota Pelajar” nya, telah tergantikan dengan slogan “
Kota Prostitusi” .
Mengapa istilah “Kota Prostitusi” itu sendiri saya tempatkan sebagai slogan khusus bagi Yogyakarta?. Hal ini dapat kita cermati bersama dari berbagai hal yang saya anggap “tidak wajar”, namun menjadi wajar dalam pandangan remaja “spesial” Yogyakarta. Namun sebelum membahas tentang ke “tidak wajar” an tersebut, saya ingin menegaskan terlebih dahulu tentang sebutan “spesial” bagi para remaja Yogyakarta yang telah saya anggap demikian. Mereka menjadi sosok yang spesial bukanlah karena prestasi ataupun kecerdasan intelektual dan moral mereka, namun lebih dikarenakan kemampuan spesial mereka dalam melakukan sesuatu yang dianggap tren anak muda yang diadopsi dari budaya barat melalui berbagai media baik cetak maupun visual yang saat ini sangat mudah untuk dilihat, dipahami, dicerna dalam otak, dan selanjutnya dipraktekkan oleh mereka sendiri.
Sex bebas itulah jawabannya. Mereka yang saya anggap spesial adalah para
remaja yang mampu dan gemar melakukan hubungan sexual di luar pernikahan. Padahal jika merunut pada tradisi dan budaya kita sebagai bangsa timur hal ini sungguh tidak dibenarkan, apalagi menurut agama dan hukum yang berlaku di negara kita. Hal ini sekaligus menjawab istilah ke “tidak wajar” an yang telah saya sebutkan di atas. Sex bebas atau lebih dikenal dengan istilah free sex, telah menjelma dari hal yang semulanya dianggap tabu menjadi sesuatu yang wajar terjadi di kalangan remaja. Keprihatinan mayoritas orang tua akan pergaulan anaknya khususnya dalam hal free sex inilah yang mendorong saya untuk sedikit membahas masalah “
mengasyikan” ini.
Diantara sekian banyak penyebab terjadinya
free sex di kalangan remaja Yogyakarta berdasarkan penelitian saya adalah sebagai berikut.
Era informasi dan tekhnologi yang saat ini ikut menghinggapi Indonesia dan seluruh negara lainnya, secara tidak langsung menyebabkan betapa mudahnya meng akses berbagai hal berbau sex di berbagai media baik cetak maupun audio visual. Walaupun saya tidak menyangkal bahwa informasi dan tekhnologi saat ini memang sangatlah dibutuhkan oleh semua umat manusia untuk mempersingkat waktu dan tujuan dalam segala hal baik lapisan bawah, menengah maupun atas. Namun tidak dapat dipungkiri dengan adanya kemudahan akses tersebut, terjadi pula kemudahan dalam hal menyalahgunakan tekhnologi tersebut oleh orang-orang spesial tadi. Contohnya, internet saat ini sudah banyak dapat diakses hampir diseluruh wilayah Indonesia. Padahal segala sesuatu yang berbau pornografi banyak sekali tersebar di dalamnya, kita tinggal menggunakan situs pencari dan mengetik kata sex saja sudah bermunculan puluhan situs berbau pornografi yang dapat memanjakan mata dan nafsu birahi kita. Tidak seharusnya internet yang begitu canggihnya hanya dipergunakan untuk meng akses hal-hal berbau pornografi, masih banyak hal menarik juga berguna lain yang dapat kita peroleh dari internet dan tidak dapat kita peroleh dari media lain, kenapa harus hal demikian yang kita akses?. Sebuah pertanyaan yang tidak dapat dijawab, segalanya tergantung individu itu sendiri.
Namun yang lebih memprihatikan lagi adalah saat ini banyak sekali anak-anak dibawah umur yang datang ke warung internet hanya untuk meng akses hal demikian, lalu dari siapa dan dari mana mereka tahu tentang hal ini?. Apakah salah jika setelah mereka melihat dan memahami hal tersebut lalu mereka mempraktekannya?, baik secara oral (onani) ataupun pencabulan di bawah umur.
Adanya berbagai majalah ataupun tabloid yang mengumbar birahi dengan gambar model-modelnya yang terlihat begitu “hot” dengan mengatas namakan seni pun ikut ambil bagian dalam penyebaran pornografi di kalangan masyarakat kita. Mungkin saat ini memang belum dapat dikatakan telanjang, tapi lima, sepuluh, ataupun dua puluh tahun lagi mampukah mereka menahan diri untuk tidak melepas bikini ataupun pakaian setengah telanjangnya demi rupiah yang akan mengalir ke dalam kantong mereka tanpa memikirkan masa depan bangsa mereka sendiri. Padahal majalah luar negeri yang notabene benar-benar menggunakan model tanpa sehelai kainpun dapat dengan mudah diperoleh di Indonesia. Benarkah seni itu tak ada batasannya?.
Televisi juga tak kalah hebatnya dalam “mempromosikan” pornografi. Televisi terlibat secara tidak langsung kedalam permasalahan ini. Berbagai iklan dalam televisi seperti iklan sabun dan sebagainya, yang tampak mengumbar aurat wanita demi mempopulerkan produknya dapat kita lihat hampir setiap hari di semua stasiun televisi baik swasta maupun milik pemerintah. Tidak berhenti sampai disitu saja, bahkan hampir sebagian televisi swasta menayangkan berbagai sinetron, film, acara talk show, hingga acara khusus yang membahas tentang kehidupan malam dan sex mulai jam sembilan keatas. Memang benar umumnya anak-anak dibawah umur jam sekian telah tertidur, namun siapa yang bisa menjamin jika mereka terjaga dari tidurnya dan justru menyaksikan acara tersebut?. Belum lagi dengan adanya sebuah televisi swasta berlabel musik yang menayangkan bermacam video klip manca negara yang beberapa diantaranya cukup mampu mendatangkan birahi.
Tidak berhenti sampai di situ saja masih ada satu lagi media pengundang birahi yang sudah sejak bertahun-tahun lamanya beredar di Indonesia dan hingga saat ini belum mampu diberantas peredarannya oleh pihak berwajib, yaitu VCD porno baik dengan pemain orang barat, cina, jepang, afrika, bahkan kini lebih parah lagi dengan adanya
VCD porno produksi anak negeri, baik yang dibuat menggunakan kamera handphone maupun video kamera, dengan disengaja maupun yang tidak disengaja. Mulai dari VCD Bandung lautan asmara, gadis malioboro, Surabaya underground, Sumedang, Pati, Jombang bergoyang, UPN, hingga VCD yang didalamnya terdapat adegan remaja-remaja SMA memamerkan payudara dan kemaluan mereka. Naudzubillah Min Dzalik. Di mana moral mereka sehingga tega meng exploitasi diri mereka sendiri walupun pertama tujuannya hanya untuk koleksi pribadi namun akhirnya tersebar juga. Tidak terbayangkankah oleh mereka berapa juta orang yang menyaksikan mereka melakukan aksi pornografi yang mereka buat sendiri, tidak terbayangkankah seberapa besar dosa bukan rupiah yang mereka raup ketika orang yang menyaksikan adegan mereka itu melakukan hal yang sama karena ter inspirasi oleh aksi konyol mereka?.
Beberapa hal diatas hanyalah fase awal dari hal yang dapat saya sebut sebagai bencana bagi masyarakat Indonesia pada umumnya dan Yogyakarta sendiri pada khususnya.
Kembali ke awal topik permasalahan yang ingin saya bahas tentang Yogyakarta kota “prostitusi”.
Selama ini masyarakat Indonesia mengenal Yogyakarta sebagai kota pelajar, mereka yang beranggapan demikian mungkinlah belum terlalu memahami seluk beluk Kota Gudeg ini.
Menurut hasil observasi yang telah saya lakukan secara acak dari 50 responden wanita dan 50 responden pria. Saya mampu menyimpulkan bahwa 89% dari wanita Yogyakarta dengan status belum menikah telah melakukan hubungan sexual dengan laki-laki sebelum menikah. Kebanyakan dari mereka melakukannya dengan pacar mereka sendiri dengan mengatas namakan cinta padahal yang demikian itu bukanlah disebut cinta melainkan nafsu, namun ada juga yang melakukannya demi uang, ataupun ingin mengikuti gaya hidup. Sedangkan dari 50 responden pria saya mampu menyimpulkan 97% dari pria di Yogyakarta yang telah saya observasi, juga telah melakukan hubungan sexual pra nikah. Baik dengan pacar maupun PSK. Kebanyakan dari para responden saya juga mengatakan mereka sebelumnya juga terpengaruh oleh beberapa hal yang telah saya sebutkan diatas. Bahkan kebanyakan dari responden mengatakan telah melakukan hubungan sexual diluar nikah berulang kali.
Sedangkan kebanyakan dari mereka melakukan hubungan sex pra nikah tersebut di kamar kost, mereka sendiri ataupun teman mereka. Adapula yang mengatakan mereka melakukannya di hotel ataupun penginapan yang tersebar luas di seputar Yogyakarta, terutama daerah wisata Kaliurang. Saya pun telah melakukan survey ke daerah penginapan sekitar wisata Kaliurang, dan para pemilik usaha penginapan disana mengatakan hampir 90% orang yang menggunakan jasa penginapannya adalah pasangan muda-mudi di luar nikah. Bukankah hal ini sangat memprihatinkan?. Daerah yang sebenarnya tempat wisata dan seharusnya menghasilkan omset bagi masyarakat dari hasil wisatanya malah jauh lebih besar menghasilkan omset rupiah dari penyewaan penginapan bagi pasangan pra nikah. Dengan tarif yang saya kira sangatlah murah berkisar Rp.15.000,00 hingga Rp50.000,00, per malamnya bukankah sangat mudah melakukan hubungan sex secara tenang dan nyaman bagi pasangan di luar nikah. Apakah aparat bertindak?, melakukan razia?, ya, kadang-kadang tapi mungkin dalam jangka waktu setahun jumlah razia yang di lakukan aparat dapat dihitung dengan jari tangan. Dan tak ada sanksi yang pasti bagi pasangan yang tertangkap aparat. Apakah itu berguna untuk menghapuskan kasus sex bebas?, anda tentu tahu jawabannya.
Sedangkan bagi para pria yang tidak memiliki pacar untuk diajak “ber mesum ria”, terdapat sejumlah lokalisasi di Yogyakarta yang mampu menampung hasrat birahi mereka. Lihat dan hitunglah berapa jumlah pengunjung lokalisasi sarkem (pasar kembang, nama lokalisasi paling terkenal di Yogyakarta). Anda dapat mengetahui mengapa saya menyebut “Yogyakarta kota Prostitusi”, dengan tarif yang juga cukup murah sekitar Rp.40.000,00 sampai Rp100.000,00 sekali berkencan dengan PSK. Pengunjung Sarkem sendiri lelaki berusia sekitar 16-50 tahunan, menurut saya lokalisai Sarkem merupakan tempat pemuas birahi bagi pria menengah ke bawah. Sedangkan bagi para pria penggemar sex bebas berkantong tipis, mereka juga dapat memuaskan nafsu birahi mereka di lokalisasi Ngebong maupun daerah Pantai Parang Kusumo dan Parang Tritis, dimana juga terdapat banyak waria mangkal di daerah tersebut, tarif PSK di daerah ini pun sangatlah murah, bahkan menurut saya dengan harga jamu saja masih lebih murah tarif para PSK di daerah tersebut. Tarifnya mulai dari Rp.15.000,00 hingga Rp.20.000,00, untuk PSK lokalisasi Ngebong, apalagi untuk tarif PSK waria semakin murah lagi, lebih murah dari pada harga sebungkus rokok ber merk. Tarifnya mulai dari Rp.5000,00 hingga Rp.20.000,00 an. Jika tarif kencan mereka sedemikian murah berapa tarif harga diri mereka?. Sedangkan daerah pantai Parang Kusumo dan Parang Tritis, juga lumayan bervariatif mulai dari Rp.20.000,00 hingga Rp.50.000,00. Berbeda bagi kalangan mahasiswa dan kalangan menengah keatas pecinta sex bebas, mereka mungkin lebih memilih “berkencan” dengan PSK di sejumlah salon plus-plus yang banyak tersebar di Yogyakarta, dengan tarif mulai, Rp.100.000,00 hingga Rp.350.000,00. cukup mahal memang, tapi kebanyakan dari mereka berkata nilai sedemikian sepadan dengan apa yang mereka rasakan.
Masih satu lagi pemuas sex yang paling membuat para pemuja sex bebas benar-benar penasaran, dua kata “
Ayam Kampus”(
sebutan bagi PSK kampus). Dari hasil observasi dan survey saya berhasil menemukan beberapa ayam kampus di beberapa universitas swasta Yogyakarta. Dan tarif mereka memang cukup mahal dan bervariatif, tergantung dari pintar atau tidaknya lelaki
penikmat sex bebas dalam menawar, namun biasanya mereka tidak akan membiarkan lelaki pemuja sex menikmati tubuh mereka dengan harga murah (tidak akan saya bahas lebih lanjut karena bersifat rahasia).
Sekarang anda tinggal diberi dua pilihan jalan, menuju surga atau ingin memesan kavling di neraka?.
Jadi, apakah salah jika saya mengatakan “
Yogyakarta Kota Prostitusi”?. Ini hanyalah pendapat saya pribadi berdasarkan observasi dan survey saya cukup lama, tulisan ini sungguh tidak bermaksud untuk menjelek-jelekkan Yogyakarta. Saya hanya merasa prihatin melihat keadaan Yogyakarta saat ini. Apakah bencana alam gempa bumi yang menewaskan ribuan orang di Yogyakarta dan sekitarnya merupakan azab ataukah hanya ujian bagi kita masyarakat Yogyakarta?. Apakah kita akan membiarkan Yogyakarta yang kita cintai ini semakin terpuruk dalam kemerosotan moral (terutama generasi muda) dan terenggutnya predikat kota pelajar hilang begitu saja?. Tergantikan oleh predikat negatif?. Semoga tidak.
Akhirnya saya mengajak anda semua untuk membersihkan Yogyakarta dari kemaksiatan terutama ajang prostitusi. Mari kita bangun Yogyakarta menjadi kota yang mampu melahirkan pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia kelak yang bersih dan adil, namun semua itu hanya dapat dicapai dimulai dari diri kita sendiri. Insya Allah.
Sumber:
Hidupku
Sekian Postingan Kali ini tentang Inilah,
YOGYAKARTA KOTA “PROSTITUSI" (Pelacuran), ini Semoga Bermanfaat Untuk Anda.